Sabtu, 05 Juli 2014

Setiap Kita Telah Memilih Jalan Hidup Kita Masing-Masing

Hujan yang baru saja menyelimuti kota Manado telah berangsur mereda. Malam itu, sepulang dari Gramedia Manado, saya memutuskan untuk men-stalking akun  Facebook teman-teman lama yang dulu sempat bersama, baik di masa sekolah, kuliah maupun bekerja, melihat perkembangan dan kondisinya sekarang, lalu berpindah dari akun yang satu ke akun yang lain ke teman-teman yang masih agak baru saya kenal. Suasana kamar hotel yang temaram membuat mata saya agak mengantuk. Saya melirik ke arah teman sekamar saya yang sudah tertidur di kasur empuknya.

Saya lalu beranjak sebentar untuk mengambil remote televisi yang ada di meja kecil yang terletak di antara kedua tempat tidur dan menekan salah satu tombolnya untuk mengecilkan suara televisi layar datar yang menempel di dinding. Setelah itu saya kembali ke meja kerja mungil yang ada di pojok kamar, merapihkan beberapa kertas yang berserak, menata buku-buku yang baru saja saya beli di salah satu sudut meja, dan mulai menatap layar notebook mungil berwarna cokelat milik istri yang sedang saya bawa dalam tugas di Manado itu. Tangan kanan saya mengarahkan mouse ke sana dan kemari, mengklik ini dan itu, berhenti sebentar untuk membaca, lalu mengklik lagi dan berpindah ke laman yang lain.

Ada seorang teman SMP yang menampilkan foto liburannya di luar negeri, ada teman SMA yang kini bekerja di Kementrian Luar Negeri dan kerap mengupload foto kunjungan-kunjungannya ke beberapa negara yang selama ini hanya saya ketahui lewat gambar dan cerita saja, ada teman-teman kolektor sekaligus penjual buku yang juga saya stalking foto-fotonya, teman-teman kolektor jersey, dan banyak lagi. Saya juga melihat akun teman-teman kuliah, baik yang seangkatan, adik kelas, maupun kakak kelas, membaca perkembangan hidup mereka: ada yang sedang kuliah di luar negeri, ada yang sedang menyelesaikan masternya di sebuah universitas ternama, ada yang pangkatnya di instansi ini melesat meninggalkan pangkat saya yang masih saja stagnan, ada yang sukses dalam bisnisnya, dan ada yang kelihatannya sudah melakukan pencapaian hidup tertentu secara spiritual. Melihat itu semua, saya turut merasa berbahagia.

Saat berselancar di ruang maya itu, saya lalu mengaitkannya dengan kondisi diri saya sendiri, saat ini, dan mulai bertanya-tanya kepada diri saya sendiri: Apa yang sudah saya lakukan? Pencapaian apa yang sudah saya raih dalam rentang umur ini? Dan pertanyaan-pertanyaan kontemplatif lainnya yang membuat saya merenung lebih jauh. Setiap kita memang telah memilih jalan hidup kita masing-masing dan karenanya kita harus mampu bertanggungjawab dengan pilihan-pilihan yang telah kita buat. Pilihan itu tak sebatas tentang saya, tapi juga terkait dengan hidup orang-orang yang dekat dengan saya, orang-orang yang telah menggantungkan kaitan takdirnya dengan hidup saya. Hujan di luar sana kembali menyapa bumi Manado yang berangsung sepi seiring malam yang telah larut. Butir-butir air yang dimuntahkan dari langit mengetuk-ngetuk kaca kamar tempat saya tenggelam dalam renungan yang menggelisahkan saya sebagai manusia yang masih berusaha keras melebarkan jejaring ikhtiar demi menggapai-gapai impian yang tak kunjung tercapai di atas jalan hidup yang telah saya pilih ini. [wahidnugroho.com]


Manado, April 2014 

Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar