Senin, 12 Mei 2008

Istri Saya Belum Gila

Tenang, saya harap Anda tenang dulu ketika membaca judul di atas. Jangan dulu saya divonis aneh karena mengharapkan istri saya menjadi gila. Maksudnya bukan sepert itu. Gila yang saya maksud di sini adalah gila membaca, bukan gila yang lainnya. He3x..

Jadi begitulah. Setelah sebulan menikah, saya jadi tahu dengan seluk-beluk istri saya yang ternyata tidak segila saya dalam hal membaca. Waktu itu ketika saya sedang angkut-angkut barang dari kosan lama ke rumah mertua, istri saya berkata bahwa koleksi buku saya banyak sekali. Ketika saya tanyakan kembali kepadanya tentang koleksi bukunya, ternyata jumlahnya jauuuh sekali di bawah jumlah koleksi buku saya.

Ketika membantu saya menata buku di rak, istri juga sempat saya ajak diskusi mengenai urusan baca-membaca. Pertanyaan saya adalah, dalam sebulan bisa habis baca berapa buku. Jawabannya menarik perhatian saya, karena ternyata, lagi-lagi, jumlahnya di bawah jumlah minimal baca saya. Begitu pula saat pertanyaan saya berlanjut ke hal-hal lain yang berhubungan dengan baca-membaca, saya menangkap ada beberapa hal yang harus saya sampaikan kepadanya, terutama yang bersangkutan dengan semangat membaca buku. Alhamdulillah, respon dari istri saya cukup baik.

Oleh karenanya, berangkat dari diskusi yang pernah saya lakukan dengannya itu, ada keinginan dalam hati ini untuk menularkan kegilaan membaca kepadanya, atau minimal semangat untuk membaca dalam dirinya lebih meningkat dari sebelum menikah dengan saya (cieee,,,). Karena jujur saja, dalam hal baca-membaca, ternyata istri saya masih “waras” membaca, dan belum jadi “gila” membaca seperti saya. He3x..

Langkah pertama yang saya lakukan untuk meningkatkan minat bacanya adalah dengan memberitahukannya keutamaan membaca, terutama jika dikaitkan dengan tradisi ilmiah umat islam yang tercantum dalam ayat-ayat Al Quran. Kemudian saya juga membelikannya beberapa majalah, seperti UMMI, FEMINA, dan sebagainya. Selanjutnya, saya juga terkadang sengaja meletakkan buku di sembarang tempat seperti di ruang tengah, kamar, dan dapur. Tujuannya, agar dia merasa bahwa dimana-mana ada buku. Sehingga pada saat dia memiliki waktu luang, setidaknya dia bisa membaca buku-buku tersebut, walaupun tidak sampai habis.

Yang terakhir, saya biasa mengevaluasinya secara harian maupun pekanan. Secara harian dengan bertanya, ”Hari ini baca buku apa?”, dan secara pekanan dengan, ”Pekan ini sudah selesai baca berapa buku?”, dan sebagainya.

Kenapa saya begitu bersemangat untuk menulari istri saya rasa ”gila” membaca itu? Sederhana saja. Saya terinspirasi dengan buku karangan Muhammad Fauzil Adhim yang berjudul Membuat Anak Gila Membaca yang mengatakan bahwa orangtua memiliki peran yang sangat signifikan dalam hal membangun semangat membaca pada anak, utamanya pada anak usia pramembaca. Oleh karenanya, sebelum saya memiliki anak (insya Allah), saya ingin membentuk ibunya dahulu untuk memiliki semangat membaca, bahkan ”gila”. Sehingga kelak jika Allah sudah menganugerahi kami anak, saya dan istri sudah memiliki persiapan yang cukup untuk membuat anak kami itu mempunyai semangat yang lebih tinggi dari kami, khususnya dalam hal baca-membaca.

Semoga Allah meridhoi.


Peling, Mei 2008

Suami "Tau Beres Aja Deh" ? Cape deh...

Apakah Anda adalah seorang suami yang suka memasak? Masalah bisa ataupun mengenai rasanya kita terakhirkan dulu, karena yang penting Anda suka dulu dengan kegiatan perdapuran yang satu ini. Bagaimana dengan saya sendiri? Saya suka memasak. Baik sebelum menikah dulu, maupun setelah menikah. Rasanya ada yang kurang kalau tangan ini tidak mengiris, mengulek, menumis, atau nongkrong di dapur. Maklumlah, waktu kecil dulu saya suka sekali menemani ibu saya memasak, sambil bertanya ini dan itu. Nasihat ibu dahulu yang saya masih ingat adalah, ”Walaupun kamu laki-laki, tidak ada salahnya bisa mengerjakan pekerjaan perempuan. Semua itu pasti ada manfaatnya”, urainya sambil mengulek sambal. Maka jadilah saya suka memasak sayur bening, sayur asem, sayur lodeh, balado terung dan teri, nasi goreng (ini andalan saya), sambal (ini juga andalan saya), dan lain-lain.

Setelah menikah, saya masih tetap suka memasak. Walaupun dinilai aneh oleh beberapa saudara istri (baik om, tante, maupun sepupunya) karena melihat suami masuk ke dapur dan memasak. Hal itu karena ada sebuah kebiasaan yang berlaku di Sulawesi bahwa yang namanya suami itu ya tahu beres saja dan istrilah yang melayani semua kebutuhan suami, dalam hal ini memasak. Pokoknya, suami tahu jadi aja deh. Kurang lebih begitulah jawaban dari seorang tante saat melihat saya membantu istri saya memasak. Wah, kalo yang ini mah bukan ”gw banget” deh, batin saya.

Sambil tersenyum saya menjawabnya dengan, ”Bagaimana kalau pas istri saya yang sakit? Otomatis saya masak sendiri kan. Mosok mau makan mi instan terus”. Dan sang tante hanya bisa tersenyum ketika mendengarkan tanggapan saya itu.

”Suami juga harus bisa memasak”, lanjut saya, ”karena bisa saja nanti ada saat-saat dimana istri tidak bisa melayani kita dan justru kitalah yang melayaninya. Bisa pada saat dia sakit atau hendak melahirkan. Mosok sih saya tega ngebiarin istri saya masak padahal dianya sendiri sedang ada uzur”, urai saya sambil mengaduk sayur.

”Lagi pula saya begini kan supaya istri saya makin disayang istri”, pungkas saya sambil melirik penuh arti ke istri saya. Ia pun tersenyum. Begitu pula dengan sang tante. ”Emang dasar pengantin baru...”, tukasnya sambil geleng-geleng kepala.

”Eit”, sergah saya, ”Nggak hanya untuk pengantin baru aja lho tan, pengantin lama juga boleh-boleh aja kok”. Dan kami pun tertawa bersama.

Ya, begitulah. Suami yang bisa memasak bukanlah sebuah aib, bagi saya, karena itu adalah salah satu wujud kecintaan kita kepada istri. Mungkin saat istri kita tengah bepergian dan kita sedang memiliki waktu luang, maka singgahlah sebentar ke pasar setelah mengantarkan sang istri tersayang ke tempat kegiatannya.

Sambil menunggu sang istri pulang, buatlah satu dua menu kesukaannya, atau mungkin menu favorit kita. Kemudian ketika menjemput istri kita pulang, sampaikanlah kepadanya bahwa, ”sayang, aku tadi masak lho buat kamu”. Ketika kita melihat ekspresi terkejut di wajahnya, maka katakanlah, ”ntar kamu nilai ya, enak nggaknya”.

Sesampainya di rumah, ajaklah si dia ke meja makan. Persilakanlah ia duduk di kursi favoritnya. Kemudian, tuangkanlah segelas air minum dan persilakan ia minum untuk santai. Kalau sang istri merasa tak enak karena dilayani suami sedemikian rupa maka katakanlah kepadanya, ”tenang sayang, hari ini aku yang jadi pelayan kamu”, sambil mengelus lembut pundaknya. Ketika membuka tudung nasi berilah waktu sebentar buat sang istri untuk memandangi karya kita itu. Mungkin makanan yang tersaji hanya tempe dan tahu goreng, sambal dan sayur bening, tapi untuk menghargai si dia cobalah tanyakan kepadanya untuk menyebutkan masakan apa yang ada di depannya itu.

Kalau si dia berkata, ”Wah, sayur kesukaanku nih”, dengan pandangan matanya yang berbinar ke arah kita. Kemudian katakanlah kepadanya dengan lembut sambil menatap tajam ke dalam matanya, ”Bukan sayang, makanan ini namanya bukan sayur bening atau tempe goreng, tapi ini adalah makanan cinta karena aku memasaknya dengan luapan rasa cinta kepadamu. Cintalah yang membuat aku pergi ke pasar, mengiris ini dan itu, menumis ini dan itu, sampai akhirnya terhidang di hadapanmu seperti ini”.

Hasilnya? Wow, saya jamin istri Anda akan melupakan rasa makanan yang Anda buat karena saking terseponanya dengan perlakuan Anda itu, he3x.... Meskipun begitu, bukan berarti kita membuat masakan yang asal-asalan, tapi setidaknya berikanlah usaha terbaik Anda saat membuat masakan itu. Apalagi kalau rasa masakannya mak nyuss, hmmm, percayalah, istri Anda akan memberikan kompensasi yang cukup mengejutkan buat Anda pada kesempatan yang berbeda kelak. he3x...

Oke-oke, ini mungkin akan terdengar sangat gombal dan nggak banget bagi Anda. “mosok sih gw musti sibuk-sibuk ngejogrok di dapur kek begitu”, demikian mungkin protes sebagian dari Anda. Tapi hei, tunggu dulu. Bagi sepasang suami istri, baik baru maupun lama, ini adalah salah satu upaya memelihara cinta, bahkan menghidupkan jalinan cinta yang tengah meredup. Lagipula, menyenangkan istri juga bernilai ibadah di sisi Allah jika kita melakukannya dengan hati yang ikhlas. Atau mungkin bisa saja ketika suatu hari Anda berbuat salah kepada istri Anda, cobalah untuk meminta maaf dengan cara yang tak biasa, salah satunya dengan cara seperti ini. Semoga dengannya hati si dia akan luluh dan membukakan pintu maafnya kepada Anda.

Nah, selain dengan apa yang saya sampaikan di atas, silakan Anda improvisasikan sendiri ya. Selamat mencoba. ^^


Peling, Mei 2008