Senin, 16 Juni 2014

Buntu

Kursor di layar laptop saya tampak berkedip-kedip di salah satu sudutnya, belum beranjak kemanapun. Tumpukan buku yang ada di atas meja terlihat pasrah dengan nasibnya yang tengah saya abaikan. Beberapa di antaranya tampak terbuka dan sebagian yang lain telah saya tandai dengan lipatan di salah satu halamannya agar mudah saya cari saat saya ingin lanjut membacanya. Malam yang suntuk. Begitu banyak ide yang menyemang di dalam kepala saya, tapi tak juga mampu saya konversi menjadi tulisan. Tapi kepala ini serasa buntu. Seperti sembelit, catatan-catatan ringkas yang sudah mulai saya buat sejak tempo hari jadi mandeg, stuck, buntu to the max. Saya mencoba mendengarkan musik untuk membangunkan ‘mood’ menulis yang sedang loyo itu. Hasilnya masih saja nihil. Lagu-lagu yang biasanya jadi moodboster paling mujarab justru menambah kesuntukan saya kala itu. Saya lalu beranjak sebentar dari kubikel saya di kamar belakang, mematikan pemutar musik di laptop butut saya, lalu berjalan ke bagian depan rumah ini, memandangi anak-anak yang sedang asyik bermain di ruang tamu dan berlarian sampai ke dapur. Istri saya masih asyik dengan buku bacaannya dan saya tidak hendak mengganggunya saat itu. Saya meraih putri bungsu saya, menciumi dan menggodanya, lalu beranjak ke putri tengah dan putri sulung saya. Satu-persatu saya coba tagih cipika-cipiki-nya, dan berhasil. Saya juga mencoba ngobrol sebentar dengan si sulung perihal kegiatannya saat itu. Setelah beberapa menit puas mengobrol, menciumi, dan memeluk ketiga putri saya, saya berniat kembali ke kubikel di kamar belakang untuk melanjutkan kegiatan saya. Sambil berjalan ke dapur, saya sempat melirik ke arah kamar depan untuk melihat istri saya yang ternyata masih juga asyik dengan buku bacaannya.

Ha! Menyebalkan betul! Benar-benar kebuntuan yang menyebalkan. Saya sungguh merasa sebal dengan diri saya sendiri ketika itu. Kejadian-kejadian yang berseliweran di sepanjang pekan ini sebenarnya sudah saya gadang-gadang untuk segera saya tulis dan saya kembangkan untuk jadi bahan cerita yang sedang saya garap, termasuk beberapa ide yang mondar-mandir di sepanjang perjalanan pulang-pergi-rumah-kantor yang saya lakoni setiap hari, yang sudah saya catat bagian-bagian kecilnya di notes handphone lawas saya pun sudah siap untuk “dimainkan”, tapi, entah karena sebab apa, malam itu saya benar-benar sedang tidak dalam mood yang bagus untuk menulis. Astaghfirullah. Beberapa kalimat dan paragraf yang sudah saya tulis saya hapus lagi dan lagi karena saya tidak merasa puas dengannya, sebagiannya lagi saya simpan begitu saja di laptop tanpa menjudulinya lebih dulu.

Apa yang paling menyebalkan itu bukan karena tidak ada hal yang ingin kita tulis, tapi ketika ada banyak hal yang sebenarnya ingin kita tulis namun mood untuk menuliskannya justru menguap ke langit-langit, tertiup angin ke tempat yang jauh, dan menghilang seiring suara kerikan jangkrik dan laju waktu yang berlalu. Ha! Tak heran kalau sampai detik ini saya masih juru catat amatir! Sampai-sampai tulisan kutukupret kayak begini harus saya buat dan upload ke blog ini demi berdamai dan, terutama, berapologi dengan kebodohan saya sendiri! Sigh! [wahidnugroho.com]


Kilongan, Juni 2014 
Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar