Sabtu, 02 Agustus 2008

KETIKA PARPOL BERINTERAKSI DENGAN BUDAYA

Ditulis oleh : Wahid Nugroho
PNS dan Penikmat Budaya


Suatu hari, mata saya menangkap sebuah pemandangan yang cukup unik. Pemandangan itu adalah sebuah pamflet kecil yang tertempel di dinding sebuah toko. Pertanyaannya adalah, apa yang menarik dari sebuah pamflet? Kalau dibilang menarik, saya kira tidak juga. Karena ukuran pamflet itu yang cukup kecil dan tidak mencolok mata. Tapi kalo disebut, unik, saya tidak akan menolak istilah ini. Kenapa? Karena pesan yang tercantum di dalam pamflet itulah yang membuat mata saya jadi enggan berpaling untuk melewatkannya. Kata-kata itu berbunyi begini: PKS, Bole Bagitu?

Memang, bicara mengenai partai politik dan budaya, maka PKS-lah, sampai hari ini, yang dapat memanfaatkannya dengan cantik. Padahal kita sama-sama ketahui bahwa PKS adalah partai yang berbasiskan islam. Dan seperti kebanyakan parpol berbasis islam, yang saya tahu, hampir tidak ada satu pun dari mereka yang memerhatikan hal yang satu ini. Karena di saat mereka masih berkutat dengan isu-isu yang sifatnya ideologis, PKS tampaknya telah berlepas dari isu-isu itu. Dalam hubungannya dengan budaya, PKS, menurut saya, adalah yang berhasil memanfaatkan unsur yang satu ini dalam teknik berpolitik mereka.

Begitu pula dengan parpol lainnya. Saat para aktivis parpol dan pengamat politik sibuk menghitung dan menganalisa kemungkinan-kemungkinan dalam pemilu mendatang, PKS ternyata tidak sekonyong-konyong terjebak dalam isu itu semata. Di sisi lain, saat PKS sibuk mempersiapkan pemilu, mereka ternyata sudah menaruh perhatian, bahkan menggarap isu ini dengan serius.

Apa tolok ukur saya berbicara seperti ini? Sederhana saja. Cobalah sejenak kita melihat ke luar, apa saja produk budaya dari parpol islam ini yang sudah dapat kita nikmati. Nasyid adalah salah satunya. Dahulu, di era tahun 90an, nasyid baru berupa lagu-lagu berbahasa arab dengan syair-syair yang isinya lebih bersifat heroik. Tapi sekarang, nasyid telah menggarap tema-tema yang lebih bersifat umum. Bahkan, di beberapa daerah, muncul nasyider-nasyider, sebuah istilah untuk pelantun nasyid, yang mengemas nasyid mereka dengan balutan bahasa daerah.

Kalau kita ingat dengan kemenangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf di Pilgub Jawa Barat beberapa waktu yang lalu, maka kita juga harus memerhatikan salah satu strategi mereka dalam berkomunikasi pada masyarakat dalam setiap kampanyenya. Apa itu? Ternyata mereka memanfaatkan nasyid berbahasa Sunda sebagai bahasa politik mereka kepada masyarakat Jawa Barat.

Seingat saya, dari dulu, bahkan sampai sekarang, PKS tidak pernah melewatkan suguhan nasyid ini dalam setiap aksinya. Mulai dari demonstrasi-demonstrasi yang mereka lakukan maupun dalam aksi kampanyenya. Dan mulailah kita mengenal tim nasyid Izzatul Islam, Ruhul Jadid, dan Shoutul Harokah. Yang terakhir ini adalah tim nasyid yang diarsiteki oleh salah seorang anggota DPR dari partai berlambang padi emas ini. Saya sendiri pernah mendapat kiriman sebuah lagu Jawa yang isinya ajakan untuk memilih PKS dari teman saya di Jawa.

Baru-baru ini malah kita dapati berita tentang PKS yang melakukan launching film buatan kader PKS sendiri yang berjudul Sang Murabbi. Sebuah film yang mengisahkan salah seorang tokoh pendiri PKS yang juga anggota DPR yang telah wafat tahun 2005 yang lalu, yakni Ustadz Rahmat Abdullah. Sebuah pertanda yang semakin menegaskan PKS sebagai parpol yang sangat menaruh perhatian dengan budaya.

Kembali ke masalah pamflet. Saya jadi teringat dengan Ramadhan tahun lalu yang merupakan Ramadhan pertama saya di kota Berair ini. Waktu itu saya melihat beberapa spanduk ucapan dari parpol ini dengan kemasan yang sangat unik. Yakni, lagi-lagi, mereka (PKS) menggunakan bahasa lokal, meski pasaran, dalam pesan-pesan Ramadhan mereka. Satu hal yang belum pernah saya dapatkan dari parpol lainnya.

Dari sekelumit contoh yang saya sebutkan di atas, tidaklah salah jika PKS telah berhasil menembus sekat budaya yang selama ini mengerangkeng partai Islam atau partai berbasis agama. PKS telah menjadi contoh, bahwa parpol pun bisa pula melahrkan basis sosial baru berdasarkan budaya alternatif, tanpa kehilangan identitas politiknya yang hakiki.

Ke depannya, saya melihat PKS perlu menggarap aspek ini dengan serius. Karena bukan tidak mungkin, orang-orang yang tadinya curiga dengan pergerakan PKS, karena ketidaktahuan mereka, dapat lebih terbuka hatinya untuk memberikan dukungan kepada PKS di pemilu mendatang.


Tulisan ini pernah dimuat di Luwuk Post
Reaksi:

1 komentar:

  1. artikel anda :

    http://partai-politik.infogue.com/
    http://partai-politik.infogue.com/ketika_parpol_berinteraksi_dengan_budaya

    promosikan artikel anda di www.infogue.com dan jadikan artikel anda yang terbaik dan terpopuler menurut pembaca.salam blogger!!!

    BalasHapus