Sabtu, 02 Agustus 2008

Nikah dan Semangat Baca

Saya akui, frekuensi baca saya paska menikah terasa menurun. Apalagi pada medio tiga bulan pertama. Hampir tidak ada satu judul buku pun yang berhasil saya tamatkan pada jangka waktu ini, meskipun kegiatan membaca saya masih ada. Oleh karenanya, ketika dalam pekan ini saya berhasil menamatkan dua buah buku yang cukup tebal, saya merasa begitu berbahagia.

Saat menulis judul ini, saya jadi teringat dengan sebuah tantangan yang dilontarkan oleh seorang sahabat kepada saya. Tantangannya simpel. Dia hanya ingin melihat apakah menikah akan memengaruhi frekuensi baca saya yang, ketika belum menikah bisa dikatakan, cukup edan. Tantangan itu sendiri dilontarkan karena frekuensi baca sahabat saya ini telah ’ditaklukkan’ oleh kehadiran istrinya, dan penaklukkan itu pun berlanjut ketika anak-anaknya lahir ke dunia. Itulah mengapa, dia mengajukan tantangan itu kepada saya.

Ketika menjawab penawaran itu, spontan saya menjawab bahwa ada banyak sekali variabel yang akan memengaruhi kualitas dan kuantitas baca seseorang. Dan saya sama sekali tidak menafikan bahwa kehadiran seseorang, entah itu istri atau anak, dalam kehidupan kita pastilah akan memengaruhi dua hal tersebut.

Entah kenapa, saya merasa bahwa saya sedang membuat sebuah apologi saat menjawab tantangan itu. Tapi, saya percaya bahwa kita bisa bijak melihat persoalan ini. Bahwa kita tidak bisa begitu saja ’menyalahkan’ sebuah perkawinan atau kehadiran anak sebagai variabel tetap yang memengaruhi turunnya kuantitas baca, meskipun kita tidak pungkiri bahwa memang seperti itulah realita yang ada. Adapun yang harus kita perhatikan, bahwa saat hidup kita berubah, maka manajemen hidup kita pun juga harus kita ubah. Termasuk dalam hal ini menajemen baca.

Oleh karena itu, saya menyimpulkan bahwa menurunnya frekuensi baca saya paska menikah bukan dikarenakan adanya sang belahan jiwa yang kini sudah menemani. Akan tetapi lebih kepada lemahnya perhatian saya terhadap manajemen baca yang saya kira sudah usang dan layak dikaji kembali.

Adapun istri, saya lebih melihatnya sebagai partner bagi saya dalam hal ini. Sehingga, ketika saya hendak membuat komitmen terhadap manajemen baca ini, saya, pastilah, harus mengkomunikasikannya kepada istri tercinta. Sehingga tidak ada yang akan dirugikan dalam hal ini, baik kewajiban saya sebagai seorang suami, maupun kewajiban saya untuk menuntut ilmu.

Semoga Allah menghendaki. Amin.

Kampung Baru, Juli 2008 Evaluasi sederhana paska 3 bulan menikah
Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar