Jumat, 15 Agustus 2008

Qui Scribit, Bis Legit



Siapa yang menulis, itu berarti dia membaca dua kali. Kurang lebih demikianlah arti dari kalimat latin di atas. Karena dengan menulis, itu berarti kita menyampaikan kembali apa-apa yang telah kita dapatkan sebelumnya dari apa yang sudah kita baca.

Tulisan yang kita buat sebenarnya berasal dari kemampuan kita dalam membaca pertanda-pertanda yang tersebar di penjuru mayapada. Saat tangan kita menekan tuts keyboard maupun menulis di atas berhelai kertas, itu berarti bahwa kita telah memindahkan segala yang tersimpan dalam ruang baca kita kepada sebuah media baru yang bisa diketahui dan dinikmati banyak orang. Media itu bernama tulisan.

Ruang baca sendiri tidak terbatas pada pengertian ruang baca pada umumnya, yakni dengan membaca buku semata. Ruang baca itu bisa berwujud apa saja dan dimana saja. Ruang baca bisa terdapat pada angin yang berhembus, pada malam yang gelap, pada debu yang bertebangan, pada tangis seorang anak, pada cinta orangtua, pada sampah yang berserakan, pada teman kita yang sedang marah atau jatuh cinta, dan juga pada banyak hal. Termasuk pada diamnya kita, maka di situlah terdapat ruang baca. Saya menyebutnya dengan inspirasi.

Inspirasi adalah motor penggerak bagi penulis untuk menulis. Dengan perantara inspirasi, maka tabungan pengetahuan dan pengalaman yang tertimbun di dalam diri seorang calon penulis akan mudah untuk disalurkan dalam berbagai bentuk. Saluran itu bisa berupa catatan harian (diary), puisi, essai, opini, resensi, atau coretan ringan seperti yang saya lakukan ini. “Apa yang terjadi adalah sebuah kisah”, demikian ujar Kaisar Oktavianus Augustus. Sehingga, tak ada salahnya untuk berbagi kisah-kisah yang penuh hikmah dan pelajaran, karena semua manusia pasti memiliki kisahnya sendiri. Ruang bacanya sendiri.

Di sinilah tantangan yang dihadapi oleh para penulis dalam merancang sebentuk saluran yang sesuai dengan keinginan, kemampuan, dan juga kebutuhannya. Tidak ada aturan yang baku dan mengikat bahwa kita harus menulis ini atau itu. Tidak ada. Yang ada adalah sebuah kesepakatan tak tertulis agar tulisan yang kita buat bisa bermanfaat bagi sesama.

Kunci utama dari semua itu adalah mencoba. Dengan mencoba, maka kita akan mengetahui letak kekurangan dan kesalahan pada karya kita. Dengan mencoba, maka kita akan memiliki pengalaman, dan pengalaman adalah guru yang terbaik. Sudah cukup bagi kita untuk berkutat pada gumaman-gumaman pelan dan suara-suara lemah yang hanya bergaung di ujung lorong. Sekaranglah saatnya bagi kita untuk mengukir gumaman itu di tembok-tembok waktu yang panjang. Karena dengan begitu, kita telah berusaha untuk mewariskan sebuah nilai yang kelak, harapannya, akan tetap dikenang oleh sejarah. Practice, practice, and practice. Begitulah ujar seorang penulis ketika ia ditanya tentang tips menulis yang baik.

Saya sudah mencoba untuk memulai dan sedang berusaha untuk menikmati masa percobaan saya itu dengan sebaik dan serileks mungkin. Meluaskan ruang baca saya hingga ke sudut-sudut yang jarang terekspos. Menyebarkan jaring-jaring penangkap inspirasi yang kian banyak bertebaran di segala penjuru mata angin. Karena saya bertekad untuk menghasilkan karya-karya yang, mengutip perkataan Andrea Hirata sang pengarang tetralogi Laskar Pelangi, mampu menggerakkan pembacanya untuk melakukan hal-hal yang luhur setelah membacanya. Begitulah.


Saatnya berburu inspirasi.


Datu Adam, kamarku berantakan sekali Dari tumpukan file lama
Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar