Sabtu, 02 Agustus 2008

MEMBACA DAN MENULIS ITU LUAR BIASA


Sepekan belakangan ini saya sedang asyik-asyiknya melahap buku-buku yang membahas mengenai membaca dan menulis. Beberapa buku yang sedang saya lahap itu sebenarnya adalah buku-buku lama yang sudah pernah saya baca, tapi entah kenapa, saya merasa ingin sekali menikmati kembali tulisan-tulisan bertenaga yang disajikan oleh para penulis buku tersebut. Adapun buku yang sedang saya nikmati ada dua, yakni Membuat Anak Gila Membaca (MAGM) karangan Muhammad Fauzil Adhim dan Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza (ABISP) karangan Hernowo.

Kedua buku itu kebetulan saya impor dari luar kota. Buku ABISP saya beli di Bandung dan buku MAGM saya beli ketika berada di Gorontalo beberapa bulan yang lalu. Dua buku ini sangat menarik, khususnya buku yang berjudul ABISP, karena saya merasa dipecut untuk bisa menghasilkan ”sesuatu” dari apa yang pernah saya baca. ”Sesuatu” itulah yang dimaksud dengan manfaat. Hernowo menjelaskan bahwa efek lanjutan dari orang yang suka membaca adalah menulis. Menuliskan apa yang sudah dibaca merupakan salah satu upaya untuk mengikat makna dari buku yang telah kita lahap itu. Mungkin kalimat simpelnya adalah, dengan menuliskan kembali hasil bacaan kita ke dalam tulisan, maka bacaan yang telah kita lahap itu bisa kita lebih kita pahami dengan maksimal.

Ini tentu saja sejalan dengan apa yang saya pahami dari kitab suci saya, Al Quran. Saya ingat sekali, bahwa wahyu pertama dalam Al Quran adalah 5 ayat pertama di surat Al Alaq yang berbunyi ”Iqra’”, yang artinya adalah ”bacalah!”. Ayat ini menandakan bahwa islam adalah agama yang menjadikan membaca sebagai sesuatu yang ditekankan oleh agama. Jadi, kalau ada orang Islam yang kurang suka membaca, itu berarti dia belum memahami agama ini secara baik.

Kemudian, saya jadi teringat, bahwa setelah ayat ”bacalah!” ini turun, datanglah wahyu selanjutnya yang merupakan kelanjutan dari apa yang kita sebut sebagai ”tradisi intelektual”, yakni Qalam. Qalam sendiri dalam bahasa indonesia artinya adalah pena, dan pena, kita ketahui, adalah alat untuk menulis. Dari sini kita bisa simpulkan bahwa membaca dan menulis adalah sebuah unsur penting yang dimiliki oleh agama islam sehingga agama ini, bisa dibilang, adalah agama yang mendorong kemajuan.

Jadi, kalau ada orang yang menuduh islam sebagai agama yang terbelakang, kuno dan sebagainya, maka saya sarankan kepada mereka untuk kembali mempelajari agama ini dengan akal dan hati yang jernih. Bahkan bisa dibilang, hasanah dunia pendidikan yang ada di dunia ini memiliki hutang besar kepada peradaban islam, yang sama-sama kita ketahui dipenuhi dengan penemuan-penemuan yang menakjubkan. Salah satu contohnya adalah angka. Angka yang sekarang kita pakai di dunia adalah angka arab. 1,2, dan seterusnya. Bayangkan jika sampai hari ini kita masih menggunakan angka Romawi. Tentu kita bisa bayangkan kesulitan yang terjadi di dunia ini. Adapun mengapa dunia islam sekarang ini sempat mengalami kemunduran, maka orang islamlah yang pertama kali harus kita tunjuk sebagai penanggungjawabnya.

Nah, dari sinilah, saya kemudian jadi tersadar, betapa luar biasanya orang-orang yang rajin membaca dan menulis. Apalagi jika tulisannya itu dapat menjadi nutrisi bagi jiwa-jiwa yang membacanya. Jadi, kepada Anda yang punya kebiasaan membaca, dan menulis, saya sampaikan apresiasi saya kepada Anda. Ketahuilah bahwa apa yang Anda lakukan itu, jika dilandaskan keikhlasan niat, maka itu insya Allah akan menjadi amal sholih bagi Anda. Dan berbanggalah, bahwa kebiasaan membaca dan menulis bukanlah sebuah kebiasaan yang katro dan ndeso. Berbanggalah, bahwa apa yang Anda lakukan itu insya Allah akan mendapat apresiasi dari Allah subhanahuwata’ala sebagai bagian dari memenuhi perintahNya.

Saya pun berharap demikian. Semoga apa yang saya tulis ini dapat menjadi manfaat bagi Anda yang telah meluangkan waktu berharga Anda untuk membacanya.

Bole bagitu?

Kampung Baru, Agustus 2008
Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar