Kamis, 06 Desember 2007

Sepotong Karton dan Tumpukan Hutang




Setidaknya ada lima belas buku yang masih mengantri untuk saya baca semenjak pertengahan bulan Oktober kemarin hingga pertengahan November ini. Saya mengetahuinya dari sepotong karton yang terpasang di dinding kamar saya. Sepotong karton itulah yang memuat "jadwal baca buku" saya dalam sebulan. Isinya mulai dari judul buku, pengarang, penerbit, mulai baca, selesai baca, dan keterangan yang berisi kesan saya atas buku yang sudah saya baca itu.

Kolom-kolom yang sudah saya isi baru pada bagian judul buku, pengarang, penerbit, dan tanggal mulai baca. Sisanya masih menunggu untuk diberikan 'keputusan', khususnya pada bagian yang paling esensial yaitu: tanggal selesai baca dan keterangan. Karena bagian itulah yang menunjukkan bahwa saya sudah selesai membaca dan memberikan pendapat singkat terhadap apa yang sudah saya baca itu. Tapi kenyataannya, kolom-kolom itu masih saya 'gantung' tanpa kejelasan alias masih kosong. Inilah yang saya katakan sebagai "tumpukan hutang".

Tumpukan hutang itu adalah daftar buku yang sedang saya baca dan belum saya selesaikan membacanya, sebagaimana yang sudah saya singgung di atas. Adapun kelimabelas buku yang menjadi "tumpukan hutang" itu adalah:

1. Why Men Don't Listen And Women Can't Read Maps karangan Allan dan Barbara Pease
2. Sognando Palestina karangan Randa Ghazy
3. Night At Turkistan karangan Najib Kailani
4. Wajah Dunia Islam karangan Dr. Sayyid Muhammad Al Wakil
5. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah karangan Dr. Ali Ash-Shalabi
6. Dari Kader Untuk Bangsa karangan Kader PKS
7. Kumpulan Kisah-Kisah Dinasti Ming karangan Feng Menglong
8. Aku Menggugat Maka Aku Kian Beriman karangan Dr. Jeffrey Lang
9. Perang Eropa Jilid 1 Karangan P.K. Ojong
10. Supernova 2 karangan Dee
11. Dua buku karangan Jonathan Stroud berjudul The Amulet Of Samarkhand dan The Golem's Eye, serta
12. Tiga buku Tarikh Al Ikhwan Al Muslimun karangan Jum'ah Amin Abdul Aziz

Semua ini terjadi karena kesalahan saya yang suka menunda-nunda bacaan saya dan karena, ini yang terburuk, seringnya saya tergoda untuk 'menyelingkuhi' komitmen baca saya di awal. Selain itu, menumpuknya hutang tersebut juga dikarenakan ada beberapa kesibukan yang kerap 'merampas' waktu baca buku yang memang sudah saya alokasikan sebelumnya. Ah, tapi intinya sama saja, semua ini sebenarnya karena manajemen waktu saya yang buruk. Saya pikir, itulah letak utama kesalahan saya.

Memang, membaca buku telah menjadi 'ritual' wajib bagi saya setiap harinya. Seolah ada yang kurang jika satu hari berlalu tanpa membaca selembar buku pun, tentu saja di luar membaca Al Quran. Pokoknya, tiada hari tanpa membaca buku. Kurang lebih begitulah idealisme saya.

Oleh karenanya, saya tidak ingin lagi menggantung nasib buku-buku yang sudah terlanjur saya cantumkan di potongan karton itu. Apalagi di belakang sana sudah mengantri banyak sekali buku yang harus saya baca. Sehingga, untuk menguatkan kembali semangat baca saya dan memenej waktu saya secara lebih baik, saya pun akhirnya mengambil jalur yang cukup radikal, yakni dengan memberikan batas waktu penyelesaian hutang tersebut. Bahasa kerennya waktu Jatuh Tempo.

Bahkan, mau tidak mau saya juga harus menyiapkan Surat Tagihan Pembaca (STP), Surat Teguran (ST) karena tidak membaca, hingga Surat Paksa (SP) agar membaca. Karena kalau tidak begitu, bisa-bisa saya hanya akan menjadi kutu buku, dan bukan lagi predator buku. Yah, kurang lebih begitulah.
Datu Adam, November 2007 Katanya hari ini mau ada kunjungan anggota DPR ke Luwuk.
Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar