Minggu, 02 Desember 2007

Membacalah, Selagi Bisa



“Pengetahuan itu sendiri adalah kekuasaan/kekuatan.”

(Dikutip dari Meditationes Sacræ De Hæresibus karya Francis Bacon)

Sedang baca buku apa bulan ini? Demikianlah bunyi sebuah topik yang pernah saya lontarkan dalam sebuah forum diskusi di intranet DJP. Tidak ada maksud apapun kecuali sekedar menyediakan sebuah ruang untuk mengevaluasi sampai sejauh mana kita memanfaatkan waktu luang yang tidak banyak itu dengan kegiatan yang positif, dalam hal ini mengisinya dengan kegiatan membaca buku.

Saya sendiri senantiasa meluangkan waktu satu hingga dua jam sehari untuk membaca buku, atau minimal empat jam per pekan. Buku-buku yang saya baca memiliki tema yang beragam. Mulai dari buku-buku keislaman, seperti fiqih, sirah (sejarah), pemikiran barat, sampai buku-buku sastra, entah itu novel, cerpen, maupun puisi. Saya juga tidak membatasi sumber bacaan saya itu hanya dari buku. Adakalanya saya membaca artikel-artikel yang saya download dari internet, atau sekedar membaca tulisan-tulisan sebagian dari Anda semua di Intrablog ini. Kalau ada yang menarik, maka saya akan men-downloadnya, untuk kemudian saya nikmati isinya di kala senggang.

Membaca, ujar salah satu kawan saya di Intrablog (komunitas blog di intranet DJP), ibarat berwisata ke sebuah tempat yang baru. Di sana kita akan menemui hal-hal yang sebelumnya tidak ketahui. Ada banyak pengetahuan akan hal baru yang akan kita temui di tempat itu. Sedangkan menurut Bowman and Bowman (1991: 265) membaca merupakan sarana yang tepat untuk mempromosikan suatu pembelajaran sepanjang hayat (life-long learning). Membaca berarti melakukan suatu teknik bagaimana cara mengekplorasi “dunia” mana pun yang kita pilih dan memberikan kesempatan untuk mendapatkan tujuan hidup kita.

Islam sebagai agama yang sempurna, menempatkan kegiatan asasi ini sebagai wahyunya yang pertama. Bahwa gerbang utama untuk menjadi tahu itu adalah dengan membaca. Ini adalah unsur yang paling asasi dari ilmu. Ilmu mendahului iman, begitu jelas para ulama. Oleh karenanya, adalah hal yang sangat tidak masuk akal jika kita menilai islam sebagai diin yang tidak peduli dengan pendidikan. Justru islamlah, menurut saya, agama yang menegaskan bahwa agama dan ilmu bukan sesuatu yang berbeda. Mereka sama-sama penting dan saling memengaruhi.

Seorang doktor matematika asal Amerika yang bernama Jeffrey Lang bahkan menilai bahwa wahyu pertama yang berarti “Bacalah!” itu adalah sebuah indikasi Islam sebagai agama yang modern dan peka terhadap perkembangan zaman. Perintah ini, membaca, hampir tidak ditemukan dalam ajaran agama lainnya.

Karen Armstrong mencoba merekam kenyataan ini dalam bukunya yang berjudul Buddha. Di dalam bukunya tersebut, Doktor Armstrong mengatakan bahwa, “Ada sebuah doktrin tak tertulis bahwa menyusun biografi Siddharta Gautama adalah suatu tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Buddha. Bahkan bila ada orang yang berupaya mencari tahu tentang sosok sang Buddha, seorang biksu pendiri aliran Lin-Chi Buddha Zen mengatakan, ‘Jika anda bertemu dengan Sang Buddha, bunuh saja’”(sebagaimana tertera pada bagian kata pengantar dari bukunya yang berjudul “Buddha”, diterbitkan oleh Bentang).

Dan setahu saya, dalam keyakinan lain, ada sebuah doktrin yang menyuruh untuk menuangkan timah panas ke dalam telinga sebagian ummat yang dianggap tak pantas untuk membaca kitab sucinya. Selain adanya privatisasi hak sebagian orang yang diberi otoritas untuk dapat mengakses kepada kitab sucinya, sedangkan selainnya tidak. Islam tidak seperti itu. Perintah membaca menegaskan bahwa islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia, yakni menuntut ilmu. Allah ternyata sudi untuk berkomunikasi dengan hambaNya, tidak seperti mereka yang suka memonopoli fasilitas itu secara sepihak dan mengklaimnya dengan alasan agama.

Oleh karenanya, adalah sebuah hal yang sangat aneh dan menggelikan bilamana ada seorang muslim yang tidak suka membaca. Padahal itu adalah perintah purba yang paling asasi dari Tuhannya. Langsung kepada hamba-hambaNya. Jadi, membacalah selagi kita ada dan bisa. Seperti halnya Jostein Gaarder dan Klaus Hagerup yang berkata bahwa, “Aku tahu, setiap kali aku membuka sebuah buku, aku akan bisa menguak sepetak langit. Dan jika aku membaca sebuah kalimat baru, aku akan sedikit lebih banyak tahu dibandingkan sebelumnya. Dan segala yang kubaca akan membuat dunia dan diriku menjadi lebih besar dan luas.”

Ayo membaca!




Datu Adam, Oktober 2007
Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar