Minggu, 17 September 2017

Penundaan

Dari ketiga putri saya, baru si sulung yang sudah bisa membaca sejak usia lima tahun. Sementara kedua adiknya masih belum bisa membaca. Sebenarnya si tengah sudah bisa mengeja, tapi dia kurang percaya diri menyampaikan hasil ejaannya kecuali mengeja nama kakaknya, namanya sendiri, dan nama adiknya.

Jadi, meski sudah hapal dengan huruf-huruf dan bisa mengejanya dengan cukup lancar, ia biasa cengar-cengir saja ketika saya tanya “Jadi bacaannya apa?”. Tapi karena saya memang tidak mau memaksanya, maka saya membiarkannya. Belakangan, ia sudah cukup rajin belajar mengeja sekaligus membacanya dan saya sering mendapatinya sedang mengeja huruf-huruf di komik Doraemon, Monica, dan komik-komik lain yang ada di rumah.

Sementara itu, si bungsu sama sekali belum bisa membaca. Tapi ia sangat senang dibacakan buku. Dalam beberapa kesempatan, saya, istri, dan kakak sulungnya bergantian membacakannya buku. Sedangkan untuk si sulung, saya lumayan sering menawarinya buku-buku non bergambar untuk dibacanya meski responnya masih belum menggembirakan. Tidak masalah, saya akan bersabar. Kalau terlalu dipaksa, nanti saya khawatir hasilnya jadi kurang bagus.

Maka ketika saya menyampaikan keputusan untuk meniadakan internet di rumah kepada ketiganya, respon mereka semuanya sama: menolak. Tapi saya berkata kepada mereka bahwa internet akan kembali diadakan setelah si bungsu dan si tengah sudah lancar membaca. Saya juga mendorong si sulung untuk membantu kedua adiknya agar bisa membaca, termasuk mengingatkannya untuk mengurangi bacaan-bacaan bergambar secara bertahap dan mengganti bacaannya dengan buku-buku lain yang melimpah di rumah. Termasuk menawarinya anggaran belanja buku secara rutin yang bisa dia manfaatkan sendiri sesukanya, tentu dengan supervisi dari saya sendiri.

Sebenarnya, ide meniadakan internet di rumah ini berasal dari istri. Meski saya sempat menguji idenya itu, secara umum saya menyukainya dan cenderung menyetujuinya. Bukan, bukan berarti saya tidak butuh internet sama sekali. Hanya saja, saya merasa belum mampu mengkondisikan keluarga saya agar bisa menaklukkannya. Saya mungkin sudah bisa menaklukkan internet, tapi keluarga saya belum. Menjadi egois adalah pilihan buruk. Maka opsi meniadakannya untuk sementaralah yang saya pilih.

Meniadakan internet, setelah meniadakan televisi, rasanya akan jadi pilihan yang tidak mudah. Tapi saya berprasangka baik kepadaNya bahwa ikhtiar ini bisa dijadikan sarana untuk memperbaiki diri melalui sarana lain. Benar bahwa ada kebaikan yang bisa direguk dari kedua sarana itu, tapi saya memilih untuk mencari kebaikan dari sumber lain dan menunda mencarinya dari keduanya.

Insya Allah semua akan ada saatnya. Mungkin besok, lusa, atau kapan nanti. Bukan saat ini. [wahidnugroho.com]


Meruya, September 2017
Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar