Senin, 01 Juni 2015

Risultato Finale Parma

Usai sudah. Usai sudah musim yang memeras-meras perasaan, mengaduk-aduk emosi, dan memutar-mutar pikiran ini ketika wasit Davide Massa meniup peluit tanda usainya pertandingan antara Parma melawan Sampdoria di Luigi Ferraris dini hari tadi. Sampai giornata ke 38 ini Parma masih tetap setia terbenam di dasar klasemen dengan mengumpulkan sembilan belas poin. Lima poin di belakang klub sekota Cesena yang berada satu strip di atasnya, dan lima belas poin dengan Cagliari. Dua nama tersebut menjadi klub yang akhirnya menemani Parma turun kasta dari kompetisi terelit di negeri Pizza itu. Meski ketiga klub itu sudah memastikan diri terdegradasi sejak dua pekan yang lalu, pertandingan terakhir serie A musim 2014-2015 berhasil ditutup dengan – relatif cukup – manis oleh Parma dan Cagliari. Sedangkan Cesena harus digelontor lima gol tanpa balas oleh klub asal kota Turin, Torino.

Bagi Cesena dan Cagliari, usainya musim 2014-2015 bisa jadi tidak terlalu jadi soal karena mereka sudah pasti akan berkiprah di kompetisi Serie B musim depan. Berbeda halnya dengan Parma yang nasibnya masih terombang-ambing antara melanjutkan kompetisi di Serie B musim 2015-2016 depan atau semakin terbenam ke Serie D jika klub tak kunjung memiliki pemilik baru. Situasi yang kurang lebih mirip dengan yang pernah terjadi oleh beberapa klub alumni Serie A lainnya seperti Fiorentina dan Siena beberapa tahun yang lalu.

Sebagai seorang fans layar kaca, naik turunnya prestasi sebuah klub adalah hal yang biasa. Jika musim ini klub memiliki performa yang baik dan stabil, maka saya akan merasa senang. Jika musim ini klub ternyata memiliki performa yang buruk dan cenderung angin-anginan, maka saya tentu akan merasa sedih. Apalagi jika klub mengalami degradasi, tentu kesedihannya akan semakin berlipat. Seorang pendukung yang gembira ketika klubnya mengalami penurunan prestasi, dan sebaliknya, tentu bisa kita katakan sebagai seorang pendukung yang tak lazim.

Namun di luar kondisi klub yang penuh dengan ketidakpastian, saya menaruh hormat dan kagum kepada para fans dan tifosi yang masih setia mendampingi pertandingan demi pertandingan yang dilakoni oleh klub. Atau beberapa teman dan kenalan saya sesama pendukung Parma di media sosial yang setia mengikuti perkembangan demi perkembangan seputar klub yang terjadi baik di dalam lapangan maupun – yang terutama – di luar lapangan meski jarak memisahkan mereka begitu jauh dengan klub yang didukungnya. Postingan-postingan penuh harap berseliweran satu demi satu di linimasa saya, sekaligus ucapan simpati dari beberapa tifosi klub lawan terkait situasi yang terjadi pada klub setahun belakangan ini. Nama-nama yang nyaris tidak saling mengenal satu sama lain, bahkan tidak pernah bertemu sama sekali itu, bergabung dalam satu keprihatinan yang sama: bahwa klub yang pernah mewarnai kompetisi sepakbola Italia dan Eropa dengan kiprahnya yang luar biasa di masa lalu ini tengah meregang nyawa demi menjemput takdirnya di masa depan.

Meski klub yang saya kagumi sejak dulu itu tengah mengalami sebuah periode yang buruk sepanjang sejarahnya, saya tetap akan melanjutkan hidup saya seperti biasa. Tetap menanti kabar-kabar terbaru tentang mereka seperti biasa. Tetap menatap layar laptop butut saya untuk mengikuti perkembangan tentang mereka seperti biasa. Tetap membuka layar telepon seluler saya yang sudah retak itu untuk melihat update skor terbaru dari pekan ke pekan seperti biasa. Walau saya sadar sesadar-sadarnya bahwa hari-hari saya ke depan tentu takkan lagi terasa sebagaimana biasanya, seperti dahulu ketika klub ini masih bernafas dan terdengar denyut nadinya.

Maka dalam kesempatan ini, saya hendak mengucapkan terima kasih kepada para pemain Parma, baik yang masih bertahan maupun yang terpaksa pindah, pada musim ini atas kontribusi maksimal mereka. Terima kasih kepada allenatore Roberto Donadoni dan para staf pelatih yang sudah memberikan pengorbanan terbaik mereka. Terima kasih kepada para fans dan tifosi yang tetap setia mendampingi klub di masa yang sulit ini. Terima kasih dan terima kasih. [wahidnugroho.com]



Kilongan, Juni 2015 

Reaksi:

1 komentar: