Senin, 25 Mei 2015

Kekuasaan dan Perpustakaan



Oleh: Wahid Nugroho
Warga BTN Muspratama, Pengelola Rumah Baca Jendela Ilmu


The Royal Site of San Lorenzo de El Escorial, atau yang biasa disebut El Escorial, adalah sebuah bangunan yang pernah menjadi kediaman penguasa monarki Spanyol. El Escorial terletak di Kota San Lorenzo de Escorial, berjarak sekitar 45 km sebelah barat laut dari ibukota Spanyol, Madrid. Bangunan ini merupakan salah satu situs kerajaan yang sangat penting di Spanyol dan berfungsi sebagai biara, istana kerajaan, museum, dan sekolah. Namun reputasi El Escorial yang tersohor adalah karena perpustakaannya yang menjadi bagian paling penting dan menonjol dari bangunan tersebut.

Raja Felipe II, atau Philip II of Spain, adalah aktor di balik pembuatan bangunan yang sangat bersejarah itu. Sebagai seorang penguasa monarki Kerajaan Katolik di Spanyol, Felipe II lebih dikenal dengan banyaknya kekalahan yang dideritanya dalam perang ketimbang prestasinya. Meski begitu, ada peninggalan sang raja yang kemudian mengharumkan namanya sebagai sosok penting lahirnya Renaissance di tanah Eropa ketika itu. Peninggalan itulah yang sedang kita bahas saat ini: El Escorial.

Dengan pasokan emas yang tak terbatas dari ekspedisi Spanyol ke Dunia Baru di benua Amerika, Raja Felipe memerintahkan seorang arsitek kenamaan Spanyol bernama Juan Bautista de Toledo untuk merancang El Escorial menjadi bangunan yang termegah dan termewah. Juan Bautista, atau Joannes Baptista, yang lama berkarir di Spanyol pernah berkolaborasi dengan seniman kenamaan Italia, Michael Angelo, saat menyelesaikan mega proyek Tahta Suci Katolik yakni Basilika Santo Peter, di Vatikan, Roma.

Ada kisah menarik di balik megaproyek yang sangat ambisius dari Raja Felipe II ini. Doktor Fernando Baez, Kepala Perpustakaan Venezuela, dalam bukunya yang berjudul A Universal History of  the Destruction of Books menulis, “Menurut ‘Pernyataan Pendirian dan Sumbangan’ yang dikeluarkan oleh kerajaan bertanggal 22 April 1567, alasan pembangunan monumen ini berawal dari kemenangan di Saint Quentin pada 10 Agustus 1557 ketika pasukan Spanyol dalam jumlah kecil berhasil mengalahkan pasukan Prancis”. Dari sini, kita bisa mendapati sebuah kejadian yang sangat jarang terjadi dalam sejarah dimana sebuah kemenangan militer “dirayakan” dalam wujud pembangunan perpustakaan.

Agaknya Raja Felipe sedikit terinspirasi oleh Lorenzo de Medicci, founding father Dinasti Medici, sebuah dinasti yang pernah berkuasa di Tuscan dan sempat menjadi dinasti terkaya di Eropa. Sebuah dinasti yang bahkan pernah “menyumbangkan” tiga orang Paus yakni Leo X, Clement VII, dan Leo XI dan sempat menguasai dunia perpolitikan di Italia sepanjang abad 13 sampai 17. Salah satu peninggalan penting dari dinasti yang memiliki core business The Bank Of Medici itu adalah Basilika San Lorenzo, sebuah kapel yang lebih dikenal karena koleksi buku-buku di dalam perpustakaannya yang mahsyur. Perpustakaan yang megah itu ditajuki Bibliotheca Laurenziana atau Perpustakaan Laurentian. Koleksi perpustakaan yang dibuka untuk umum pada tahun 1571 ini antara lain adalah catatan sejarah peninggalan abad ke 8 seperti Codex Amiatinus (Alkitab) dan versi tertua dari Naturalis Historia (ensiklopedia Romawi kuno) serta koleksi-koleksi lainnya.

Namun jauh sebelum Felipe II dan Medici, Khalifah Abdurrahman III (929-961), penguasa Bani Ummayah yang berkuasa di Spanyol ketika itu, bisa jadi adalah penguasa politik paling awal yang mewariskan sebuah perpustakaan yang megah di dalam komplek istana Medina Az Zahara di Cordoba ketika berkuasa. Pengelolaan perpustakaan yang kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, Al Hakam II (961-976) , yang merupakan penggila buku itu, kemudian menjadi simbol kemajuan peradaban islam di Spanyol yang bertahan sampai abad ke 17 sebelum dihancurkan oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabel. Al Hakam II juga merupakan tokoh penting dalam dunia kepustakaan sebelum masa renaissance Eropa, karena semasa kepemimpinannya mengampuh dinasti Umayyah di Spanyol-lah banyak sekali dibangun perpustakaan di negeri yang berada di semenanjung Iberia itu.

Berdasarkan kisah di atas, kita bisa melihat bahwa ada kesamaan yang linear dari Khalifah Abrurrahman III of Cordoba, Felipe II, dan Lorenzo de Medicci, yakni mereka merayakan kesuksesan yang sudah mereka raih dalam bidang militer, politik, dan ekonomi dalam wujud sebuah perpustakaan. Momen perebutan kekuasaan berwujud Pemilihan Kepala Daerah yang sebentar lagi akan kita helat akan menyuguhkan kepada kita, siapa di antara para calon penguasa yang akan bertarung tersebut yang benar-benar memiliki concern yang kuat dengan dunia pendidikan dan kemajuan kebudayaan daerahnya. Dan concern itu terujud dalam perhatiannya yang tinggi dengan perpustakaan. Paska terbakarnya gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah nyaris satu setengah tahun yang lalu, upaya pemerintah daerah untuk memulihkan aset daerah yang berharga itu nyaris sepi kalau bisa dibilang sama sekali tidak ada. Karena pengabaian, pengabaian atas apapun, dari sebuah kekuasaan adalah salah satu dosa besar yang tidak terampuni.

Oleh karenanya, adalah sebuah hal yang sangat historikal dan akan dikenang dengan sangat kuat oleh para generasi penerus kita jika kepala daerah yang kelak terpilih itu menjadikan pembangunan perpustakaan sebagai salah satu bentuk “perayaan kemenangan”-nya. Karena sejarah mencatat, bahwa barangsiapa yang memiliki perpustakaan terbesar maka dialah yang akan menguasai dunia. Bagaimana dengan (calon) penguasa di Kabupaten Banggai, adakah di antara mereka yang punya perhatian dengan hal yang satu ini? Saya berharap ada. Semoga Anda punya harapan yang sama dengan saya.




Tulisan ini dimuat di Harian Luwuk Post tanggal 25 Mei 2015.

Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar