Minggu, 10 Juni 2012

Buku Adalah (Salah Satu) Simpul Kebahagiaan


Ada banyak sekali simpul-simpul kebahagiaan dalam diri saya, dan buku adalah salah satunya. Buku, bagi saya, adalah salah satu sumber kebahagiaan hidup. Memandangi tumpukan dan jejeran buku di lemari mungil saya menghadirkan kebahagiaan tersendiri bagi saya. Membuka-buka halamannya, merasai bau khasnya, serta membaca kembali catatan-catatan kecil yang biasa saya buat di setiap lembarnya menambah kadar kebahagiaan itu menjadi berlipat ganda. Apalagi bila saya berhasil menamatkan sebuah buku, bahagianya sungguh tidak kepalang.

Ada kebiasaan kecil yang biasa saya lakukan ketika membeli buku. Saya akan menstempel buku itu dengan sebuah cap berwarna merah yang bertuliskan “Buku Ini Milik Wahid Nugroho” beserta nomer seluler saya di bawah tulisan itu. Buku yang baru saya beli biasanya akan saya bubuhi tanda tangan pada lembar pertamanya serta tanggal, bulan, serta tempat saya mendapatkan buku tersebut. Jika saya sudah menamatkan sebuah buku, biasa pada halaman terakhirnya akan saya tuliskan tanggal serta tanda tangan sebagai pengingat bahwa saya pernah menamatkan buku tersebut pada tanggal, bulan dan tahun sekian. Poin terakhir ini tidak selalu saya lakukan melainkan sesekali saja.

Siang ini, sepulang dari pantai bareng anak dan istri, saya memutuskan untuk merapihkan koleksi buku saya. Aktivitas yang sudah cukup lama saya tinggalkan karena kesibukan dan kemalasan. Sambil melap kover buku dengan tisu basah dan kering, aktivitas beberes itu saya sambi dengan membuka-buka beberapa buku yang sedang saya timang.

Ada buku Najib Kailani berjudul Meretas Kebebasan yang saya beli ketika Prajab di Manado tahun 2007 yang lalu. Atau buku berjudul Lelaki Penggengam Hujan-nya Tasaro GK yang saya habiskan dalam sehari semalam saat mengantar istri ujian CPNS di Palu tahun 2010 yang lalu. Saya selalu menyempatkan diri membeli buku ketika bepergian kemanapun. Saya juga selalu membawa buku kemanapun saya pergi.

Saya sangat suka memandangi deretan buku di dalam lemari kecil saya. Sesekali saya mengeluarkan beberapa di antaranya untuk dibersihkan atau sekedar dibaca-baca ulang. Meresapi segenap kenangan yang terjadi ketika buku itu pertama kali saya beli atau baca. Terkadang, saya hanya memandangnya. Membacai judul, penulis dan penerbitnya saja sudah menjadi semacam ekstase tersendiri bagi saya.

Suatu hari, saya pernah berkata kepada istri saya perihal buku-buku ini.

“Aku ingin supaya anak-anakku nanti suka baca buku. Aku gak peduli mereka mau rangking sepuluh atau rangking satu. Aku berharap mereka suka sama buku.”

Dan salah satu pemandangan yang sangat membahagiakan bagi saya adalah ketika melihat anak-anak saya itu tumbuh dan berkembang dengan buku-buku yang ada di sekitarnya. Tak mengapa mereka mencoreti, menggambari serta merusak beberapa buku koleksi saya, walau – jujur saja – terkadang saya dibuat sedikit kesal karenanya. Tapi rasa kesal yang sedikit itu tak sebanding dengan kebahagiaan yang saya rasa.

Saya sering bercerita kepada istri perihal masa depan buku-buku saya itu. “Saya ingin membuat perpustakaan pribadi”, aku saya kepada istri. Kelak rumah kita tak butuh hiasan dinding, tak perlu ada foto-foto atau pernak-pernik lainnya, karena hanya akan ada buku-buku yang mengisi setiap sudut dan sisinya. Kelak rumah kita tak butuh banyak perabot kecuali hanya lemari-lemari kayu yang berisi buku, atau meja-meja kecil yang disesaki buku.  

Ketika tetamu datang, maka buku-buku yang berbaris di dindinglah yang akan menyambut pandangan mata mereka. Cover-covernya yang sudah terdata rapi. Aroma khas kertasnya yang bercampur dengan minyak dan keringat yang merembesi kulit jemari. Di sudut ini akan saya isi dengan buku-buku agama. Di sisi yang lain akan saya isi dengan buku-buku sejarah. Di sisi sebelah sana akan saya isi dengan buku-buku sastra.

Ah, berkisah tentang buku memang takkan ada habisnya. Apalagi bila kehadirannya berbanding linear dengan kadar kebahagiaan di dalam jiwa. Saya akan sudahi celotehan tanpa makna ini, karena kerinduan saya dengan buku sudah begitu membuncah dan menuntut saya untuk segera membacanya.

Bagaimana dengan Anda? Hal kecil apa yang bisa membuat Anda bahagia? [wahidnugroho.com]


H2, Juni 2012 

Reaksi:

0 celoteh:

Posting Komentar